Rabu, 16 Januari 2013

Solusi Macet (Menurutku)

Macet di Indonesia, khususnya di wilayah Jawa sepertinya gak hanya di Jakarta saja. Tengok saja yang biasa saya kunjungi diantaranya Bandung, Bogor dan Jogja. Setauku Bandung terutama jalanan-jalanan besarnya yang sering dikunjungi warga baik warga Bandung sendiri maupun dari kota-kota lain (yah bisa dibilang banyak juga dari Jabodetabek).

Bogor selain kota hujan dikenal juga sebagai kota sejuta angkot. Selama lima tahun tinggal di Bogor, dari Tajur sampaiiiiii Darmaga (mainanku ya Tajur - Darmaga) mau lewat jalur normal (depan istana) atau jalan baru - Taman Yasmin, SAMA... macet. Dan kalau dilihat selayang pandang (tsaaaah bahasaku rek), selain volume kendaraan yang besar ya karena banyak angkot (eeeh angkot termasuk yang nambah-nambahin volume kendaraan deng. hehehehe). Udah banyak... sering nge-time (bacanya sih ngetem) alias menunggu penumpang di jalur paling kiri sepanjang jalan.

Sebenernya pemda dan polisi pernah tuh memberlakukan pembersihan angkot yang ngetem dipinggiran jalan, ngatur semua angkot buat masuk ke terminal yang ada. Bahkan terminalnya sampai dibagusin lho... Waktu baru dijalankan, jalanan lancar (eh sedikit deng) yaaah setidaknya di titik-titik kemacetan berkurang lah... Tapi cuma bertahan satu minggu... semuanya balik lagi ke tingkah semula. Tanya kenapa? wkwkwkwkwk

Jogja sih sebenernya gak tau banyak (maklum... aku ke Jogja ya pas lagi libur-libur itu), tapi di jalanan besarnya (tempat wisata yang aku tau maksudnya kaya malioboro sama mana tuh jalanan yang menuju prambanan dan museum yang banyak pesawatnya) beuh merayap sampe macet. Memang sih paling banyak plat kendaraan diluar kota Jogja...

Oke balik ke Jakarta tercinta...

Bagaimana dengan Jakarta?
Kalo dikategorikan dalam tingkatan level permainan masuknya HARD alias parah.
Selain volume kendaraan yang tinggi, juga karena akibat cuaca seperti banjir dan konflik yang ada di Jakarta seperti demo. Yah memang sih yang macet kalo demo terjadi di jalan-jalan besar, tapi imbasnya ke jalan kecil juga karena pengemudi kendaraan bakal cari jalan alternatif.

Lenggangnya Jakarta itu bisa dirasa saat pagi buta sampai sebelum jam enam pagi, saat libur sekolah, cuti panjang, banjir (tapi berangkatnya pagi buta juga.. Hahahaha), libur lebaran (tapi kalo keluarnya salah jam ya macet juga), pertama kali transjakarta keluar (seminggu) dan saat peraturan berkendara yang baru dikeluarkan (contoh saat keluar peraturan keharusan helm SNI).
Tapi itu hanya sementara, sekali lagi... SEMENTARA. adeuh indahnya Jakarta.

Balik lagi ke solusi macet (Menurutku).

Pemerintah (siapapun itu pemimpinnya) menurutku banyak mencoba cara untuk mengurangi kemacetan, umumnya di Indonesia khususnya di Jakarta, (sebenernya menurutku bersinergi dengan penghematan sumber daya alam ataupun penyelamatan lingkungan). Balik lagi... menurut penglihatanku (Yaah maaf aja kalo salah...), Sebut saja perbaikan jalan, penambahan jalan layang, pemutusan subsidi BBM, keharusan penggunaan BBM pertamax tapi kemudian harganya naik turun, pengenalan mobil non BBM, kenaikan tarif parkir, sampai lagi disusunnya peraturan nomor genap ganjil.

Apakah berhasil? yang sudah-sudah kurang berhasil (Memang gak punya angka statistiknya tapi dilihat dari macet yang tetap aja terjadi dimana-mana ya kurang berhasil). Ntahlah dengan peraturan-peraturan yang masih digodok dan belum keluar lainnya. Semoga aja berhasil (Amiiiin).

Sebenernya ada pemikiran sedikit oleh-oleh dari presentasi Safety Riding yang kemaren aku ikutin dikantor. Gimana kalo ditambahin dengan penambahan dengan keharusan pemilikan lisensi/sertifikasi pelatihan defensive driving/riding dalam pembuatan/perpanjangan SIM? Memang sih aku juga belum dapet lisensi itu karena belum pernah ikut ujiannya. Tapi aku sih ngerasa capek aja gitu ngeliat pengemudi yang seenak udelnya sendiri dalam berkendara. Selain sebagai syarat pembuatan / perpanjangan SIM juga bisa untuk menjaga keselamatan berkendara di Jalan.

Bukan aku gak cinta Indonesia ya... tapi gak ada salahnya kita mencontoh negara lainnya.

Ambil contoh di Jepang (menurut cerita bosku yang pernah tinggal di Jepang), sekali kena tilang SIM dilubangi/dibolongin. Maksimal tiga bolongan abis itu SIMnya dinyatakan tidak berlaku... SIM bisa dipotong atau ditahan dan dilaporkan ke Pusat sebagai SIM yang tidak berlaku. Kalo dah tiga kali bolong, orang yang sama gak bisa buat SIM lagi selamanya karena gak berhasil menjaga keselamatan diri sendiri dan orang lain dijalan (baca : berkendaranya membahayakan diri sendiri dan orang lain).

Syaratnya untuk pemberlakuan peraturan itu memang, semuanya harus terkoneksi dengan internet. Jadi semuanya petugas yang berwenang bisa lihat statusnya. Misal orang yang mau bikin/perpanjang SIM dah punya lisensi pelatihan.. nah waktu pengajuan itu pihak polisi bisa cek keaslian dokumen lisensi itu ataupun status apakah pernah membuat SIM dan apakah SIMnya pernah ditarik/tidak berlaku.

Selain itu, di Jepang jika terjadi kecelakaan dan yang menjadi korban yang juga kepala rumah tangga (setelah penyelidikan) menjadi tidak bisa bekerja (maaf, cacat) maka si pelaku diharuskan menghidupi keluarga korban selamanya. Dan SIM si tersangka langsung dibolongin tiga kali dan SIMnya ditarik.

Untuk memberlakukan peraturan itu, selain sarana transportasi umum yang harus mengalami peningkatan, juga (lagi-lagi menurutku denger dari cerita bosku) butuh petugas yang tegas dan gak bisa dikilik-kilik (baca : bersih). Sepertinya cara ini bisa ngebuat Indonesia bebas macet.

Tapi berhubung warga Indonesia pintar-pintar gak tau juga ya kalo usulanku penambahan lisensi itu bisa diakalin juga apa gak.

Mungkin dari tulisanku ini ada yang setuju ada yang gak setuju, ya gak apa sih... semua orang boleh berpendapat kan?

Udah dulu ya....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar